Jumat, 04 April 2014

EKSISTENSI HUKUM DALAM HIDUP BERMASYARAKAT



EKSISTENSI HUKUM DALAM HIDUP BERMASYARAKAT

Dimana ada masyarakat  disitu terdapat hukum “ubi societas ibi sius”. Hukum ada sejak masyarakat ada. Dapat dipahami disini bahwa hukum itu sesungguhnya adalah produk otentik dari masyarakat itu sendiri yang merupakan kristalisasi dari naluri, perasaan, kesadaran, sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau budaya yang hidup di masyarakat. Namun, dilihat dari segi historis bahwa manusia tidak pernah hidup  secara menyendiri diluar bentuk hidup masyarakat.
Hidup bermasyarakat  merupakan keinginan manusia dari berbagai dunia, artinya dalam hidup bermasyarakat manusia bisa melangsungkan hidupnya. Walaupun dari segi ekonomi dan sumber daya manusia (SDM) memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Manusia lahir, hidup dan berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Hal ini berarti manusia tidak mungkin dapat hidup secara atomistis dan soliter. Disamping itu, tidak ada catatan historis bahwa manusia dapat berbicara untuk dipahami oleh sesama manusia.
Kemampuan manusia untuk berbicara adalah alat untuk saling berinteraksi atau berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Dengan kemampuan berinteraksi atau berkomunikasi manusia memulai untuk saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pengakuan bahwa manusia saling membutuhkan pengakuan akan kebutuhan disebut aspek eksistensial.
Dengan demikian, dalam hidup bermasyarakat manusia terdapat dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek eksistensial. Aspek fisik berkaitan dengan hakikat manusia sebagai mahkluk hidup. Sedangkan, aspek eksistensial berkaitan dengan perbedaan keberadaan mahkluk hidup. Gabriel Marcel menyatakan, “as long as death plays no further role than that of providing man with an incentive to evade it, man behave as mere living being, notas an existing being.”
Keamanan juga dibagi menjadi dua yaitu, keamanan fisik dan keamanan eksistensial. Keamanan fisik berkaitan dengan kelaparan, kekerasan, pelecehan. Sedangkan, keamanan eksistensia berkaitan dengan rasa takut, diasingkan, dicemooh. Dalam menghadapi keamanan ini juga mengalami perbedaan. Mengingat kodoratnya manusia sebagai mahkluk sosial, manusia mengembangkan sarana yang besifat imateriel yang dapat menjadi perekat hidup dalam masyarakat.
Rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan yang ada dalam diri manusia untuk menciptakan pranata – pranata. Dengan adanya pranata – pranata pada manusia, manusia memiliki moral. Di dalam masyarakat primitive juga memiliki pranata – pranata. Pranata – pranata sangat penting bagi manusia meskipun itu masyarakat primitive. Toynbee menyatakan bahwa pranata – pranata memang merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan bermasyarakat manusia.
Dari segi tujuan pranata juga memiliki perbedaan sisi. Di sisi lain pranata memiliki hubungan diluar dirinya. Adapun norma yang merupakan pranata yang berkaitan dengan hubungan antara individu dalam hidup bermasyarakat. Norma berisikan perintah dan larangan yang masih bersifat luas itu perlu dituangkan kedalam aturan – aturan hukum.
Aturan – aturan itulah yang disebut hukum. Terhadap hal ini masyarakat masih mengalami kesalahan dalam cara memandang bahwasannya hukum itu baru ada. Padahal, hukum itu ada sejak adanya masyarakat. Akibatnya ,dari cara pandang yang  salah. Masyarakat tidak mengenal hukum.
Richard D. Schwartz mengemukakan bahwa manusia selalu hidup berkelompok atau hidup bermasyarakat. Hal ini berarti manusia tidak pernah hidup secara soliter atau atomistis seperti yang diduga oleh teori – teori spekulatif. Dengan pandangan demikian bahwa masyarakat kecil tidak perlu aturan hukum karena tidak ada organisasi pemerintahan yang bersifat formal.
Ada suatu anggapan yang menyatakan bahwa masyarakat primitive tidak perlu mengenal hukum. Dikarenakan, masyarakat primitive dengan sendirinya akan taat pada aturan yang ada, yang disebut mores. Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa perlunya sikap berhati – hati dalam menginterpretasi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat primitive.
Melalui studi antropologis yang dibuatnya Malinowski menjelaskan bahwa di salam masyarakat primitive mempunyai suatu  norrma yang bukan sekedar kebiasaan ataupun mores. Melainkan suatu norma yang disebut sebagai hukum. Akan tetapi Hari Chand menyatakan bahwa sebenarnya hukum dan kebiasaan adalah dua hal yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar